Tradisi Budaya Jepang – Shinto adalah satu-satunya agama yang asli berasal dari Jepang, agama Shinto juga merupakan agama tertua yang hadir dalam kehidupan masyarakat Jepang. Namun Jepang sering sekali dianggap sebagai negara yang sebagian besar masyarakatnya menganut agama Buddha, tetapi kenyataannya agama Buddha baru datang ke Jepang pada abad ke-6, jauh sebelum itu masyarakat Jepang telah memegang keyakinan asli mereka yaitu agama Shinto.
Shinto hingga saat ini hidup dengan baik di hati sebagian besar masyarakat Jepang, ajaran mereka juga mempengaruhi kehidupan sehari-hari orang Jepang. Berikut ini Artforia akan menjelaskan mengenai seputar agama Shinto di Jepang.
Simak Juga : 4 Warna Penting dalam Seni Budaya Jepang
Mungkin banyak yang bingung tentang perbedaan kuil Shinto dan kuil Buddha, dua-duanya memang memiliki arsitektur bangunan yang mirip, namun ada beberapa elemen-elemen yang membedakannya, misalnya untuk kuil Shinto akan memiliki elemen pintu gerbang yang besar disebut dengan Torii sementara kuil Buddha tidak memilikinya. Di kuil Buddha kamu terkadang akan mendengarkan suara-suara mereka saat melantunkan sutra, sedangkan di kuil Shinto biasanya kamu akan bertemu pendeta dan juga Miko yang merupakan asisten pendeta perempuan.
Kuil-kuil Shinto juga biasanya menyediakan beberapa layanan untuk para umat maupun wisatawan yang berkunjung, salah satunya seperti O-Mamori atau Ema yang merupakan sebuah benda jimat keberuntungan yang seringkali seorang Miko yang menjualnya. Para pendeta biasanya akan berdoa ketika hari-hari festival berlangsung atau terdapat sebuah acara yang dilakukan dikuil mereka, tetapi mereka biasanya tidak melantunkan mantra suci, karena memang tidak ada buku suci yang tertulis dalam kepercayaan Shintoisme.
Alasan Mengapa Tidak Adanya Kitab Dalam Shinto
Ajaran Shintoisme berupa Politeisme yang berdasarkan Animisme, dimana prakteknya dalam agama Shinto banyak memuja “Kami” atau bisa dikatakan dalam arti lain adalah dewa-dewi, namun sosok Kami ini dalam agama Shinto juga dapat dianggap sebagai “Roh” atau “Esensi” sehingga dianggap tidak ada yang benar-benar mahakuasa dalam memerintah dunia. Sosok Kami tertinggi dinamai Amaterasu Omikami merupakan sosok dewi matahari yang menciptakan dataran Jepang. Dia telah diabadikan di Kuil Agung Ise yang berada di Prefektur Mie selama lebih dari 2000 tahun.
Dalam ajaran Shinto, Kami dipercaya memiliki berbagai macam kepribadian dan unsur, tetapi hanya hal-hal yang baik dan berdampak besar dalam kehidupan manusia saja yang disembah sebagai kekuatan mutlak. Konsepnya adalah meminjam kekuatan dari para Kami yang berbeda untuk meningkatkan kualitas hidup manusia. Oleh karena itu kebanyakan dari masyarakat lokal Jepang atau umat Shinto tidak akan menjelaskan secara detail tentang agama mereka karena sistemnya sangatlah simpel dan tidak mengikat. Mengunjungi kuil berarti menjadi cara mereka untuk membersihkan roh dari unsur-unsur jahat, oleh karena itu juga hampir semua orang Jepang akan pergi ke kuil dalam perayaan Tahun Baru, untuk menambah keberuntungan atau membebaskan unsur negatif yang terjadi pada tahun-tahun sebelumnya.
Unsur Animisme Dalam Shinto
Karena Shinto menganut konsep Animisme maka unsur-unsur alam seperti matahari, hutan, lautan, bebatuan, udara dan masih banyak lagi. Tempat yang dianggap ditinggali oleh roh-roh Kami tersebut dinamai Yorishiro, dan biasanya kuil-kuil akan dibangun di lokasi-lokasi yang dinamai Yorishiro ini. Oleh karena itu kamu akan cukup banyak menemukan bebatuan atau pohon-pohon yang terkadang diikat atau dikelilingi oleh tali dan kertas putih seperti contoh gambar diatas.
Ajaran Shinto Mempengaruhi Gaya Hidup Orang Jepang
Karena ajaran Shinto yang menganut Animisme sehingga sangat menghormati alam, membuat orang-orang Jepang sejak jaman kuno tidak pernah mencoba untuk melawan atau menaklukan alam, tetapi hidup selaras dengannya. Itu terlihat dengan cara mereka membangun rumah-rumah mereka dengan bahan kertas dan kayu, mereka juga belajar hidup menerima dengan adanya fenomena alam seperti gempa bumi dan angin topan.
Kecintaan terhadap alam ini juga tercermin dalam gaya berkebun masyarakat Jepang yang disebut Shakkei, sebuah desain taman yang menggunakan 4 syarat yaitu.
- Taman harus berada di dekat bangunan
- Membutuhkan sebuah objek yang dapat menciptakan sebuah pemandangan alami dalam area taman (Kolam, Rerumputan, Pepohonan)
- Perancang menyusun tampilan taman dengan sangat teratur
- Panorama alam yang diciptakan dalam taman harus menyatu dengan bagian depan taman
Shinto Sangat Harmonis Dengan Kepercayaan Asing
Agama Shinto tidak mengajarkan para umatnya untuk tidak percaya pada agama lain atau untuk melawan mereka. Salah satunya buktinya ketika Buddha masuk ke Jepang pada abad ke-6, mereka dapat bercampur dengan baik tanpa adanya perdebatan ataupun persinggungan dan tidak jarang kita melihat kuil Buddha dan kuil Shinto yang saling berdekatan. Hanya selama era Sakoku yang jatuh pada tahun 1633 hingga 1853 ketika Jepang tertutup bagi orang asing, yang pada saat itu Shongun sangat waspada terhadap kolonialisme yang khawatir dapat membawa dampak buruk bagi negaranya, sehingga agama Kristen yang kala itu dibawa oleh orang-orang kolonial sempat dilarang. Namun setelah periode itu Jepang berubah menjadi negara yang terbuka, karena politeisme Shinto memungkinkan untuk selaras dengan agama lain.
Source : tadaimajp
0 Comments