Tradisi Budaya Jepang – Jepang memang memiliki satu kepercayaan Agama yang tidak banyak tersebar di negara lain yaitu Shinto, tentunya ini menjadi daya tarik tersendiri dan penuh dengan misteri untuk para orang non-Jepang di luar sana, bahkan bagi orang Jepang sendiri, terdapat banyak aspek Shinto yang tidak dipahami dengan baik, terutama makna-makna dari berbagai simbol yang digunakan dalam Agama ini. Jika dilihat sepintas mungkin akan mirip dengan ajaran Buddha, namun Shinto memiliki bentuk-bentuk dewa dan simbol yang jelas berbeda, berikut Artforia mencoba untuk menjelaskan beberapa latar belakang dan makna tersembunyi di balik beberapa simbol yang ada dalam ajaran Shinto.
Simak Juga : Ucapan “Terima Kasih” Unik Dan Berbeda Dalam Bahasa Jepang Yang Dipengaruhi Oleh Tempat Asalnya
Gerbang Torii
Gerbang Torii atau sering juga disebut gerbang merah, merupakan simbol yang paling mencolok dari ajaran Shinto, biasanya terbuat dari kayu atau batu, gerbang ini dikenal dengan sebutan “Torii” dan biasanya dibangun di tempat-tempat yang memiliki kuil. Pembangunan gerbang ini dimaksudkan untuk orang-orang yang melewati gerbang tersebut akan mendapatkan pemurnian, sehingga sangat penting ketika seseorang mengunjungi kuil, karena sebuah ritual pemurnian adalah fungsi yang penting dalam ajaran Shinto.
Sedangkan warna merah yang selalu digunakan untuk gerbang ini juga memiliki alasan kuat dibaliknya, di Jepang sendiri warna merah mewakili matahari dan kehidupan, dan juga dipercaya dapat menangkal hal-hal buruk dan bencana. Sehingga dengan melewati gerbang merah ini, para pengunjung kuil dibersihkan dari energi buruk, memastikan bahwa hanya energi yang baik yang akan dibawa menghadap “Kami” sebutan untuk dewa dalam ajaran Shinto.
Namun tidak semua gerbang Torii berwarna merah, ada beberapa Torii yang terbuat dari kayu dan tidak dipernis serta diwarnai, biasanya berwarna putih atau abu-abu, dan bahkan ada yang terbuat dari logam. Namun, dua jenis yang paling umum adalah Torii “Myojin” dan “Shinmei”. Torii jenis Myojin memiliki ciri melengkung ke atas pada ujungnya dan memiliki balok silang yang memanjang, sedangkan Torii Shinmei memiliki atasan yang lurus dan balok silang yang berakhir di setiap posnya.
Shimenawa
Selain gerbang Torii yang menjadi simbol paling menonjol dalam ajaran Shinto, Shimenawa adalah sebuah tali putih, yang biasanya seringkali dihiasi dengan ornamen berbentuk zig-zag, mereka memiliki bentuk yang sangat bervariasi dalam ukuran dan diameter, tergantung benda yang akan digunakannya. Tali Shimenawa ini biasanya digunakan untuk menandai batas ruang suci dan juga dikatakan untuk mengusir roh jahat. Oleh karena itu biasanya simbol ini sering terlihat tergantung di tempat-tempat seperti gerbang Torii, pohon suci atau yang dianggap keramat, batu-batu besar, atau bahkan diikat di pinggang seorang pegulat sumo yang menjadi juara utama. Tali-tali Shimenawa yang diikat pada pohon-pohon khusus, bebatuan atau Yokozuna (juara Sumo) dikenal sebagai “Yorishiro”, yang berarti memiliki hubungan dengan dewa atau memiliki dewa yang hidup di dalamnya.
Cukup banyak wisatawan yang melihat penampakan simbol tali ini di berbagai tempat di Jepang terutama di tempat-tempat yang tidak jauh dari kuil, Dekorasi berbentuk kilat atau zig-zag tersebut disebut “Shide” atau diucapkan “She-day” dan simbol ini juga digunakan dalam berbagai acara permurnian dalam ajaran Shinto. Jika kamu mengikuti sebuah acara upacara Shinto, mungkin kamu dapat melihat simbol Shide ini melekat pada tongkat khusus yang digunakan para pendeta Shinto dalam melakukan ritualnya. Ada dua teori di balik mengapa simbol Shide memiliki bentuk kilat, salah satu mengklaim jika bentuk itu mewakili kekuatan yang tak terbatas dari para dewa, dan yang kedua mempercayai bahwa hujan, awan, dan kilat menjadi elemen untuk panen yang baik.
Ada berbagai macam Shide yang menghiasi tongkat-tongkat para pendeta Shinto saat digunakan ritual, perbedaan halus biasanya dalam hal gaya, dua dari tongkat ini disebut “Gohei” dan “Haraegushi”. Gadis kuil yang disebut “Miko” biasanya menggunakan tongkat Gohei dengan dua Shide yang melekat pada tongkatnya, tujuan dari tongkat itu adalah untuk memberkati benda atau membersihkan tempat sakral. Sedangkan tongkat Haraegushi dengan banyak pelindung terpasang biasanya digunakan untuk tujuan pembersihan yang sama tetapi dalam kondisi yang berbeda. Seorang pendeta Shinto biasanya akan secara berirama melambaikan Haraegushi ke atas seseorang atau benda-benda yang baru dimiliki seseorang, seperti misalnya rumah atau mobil untuk memberikan ritual pemurnian.
Sakaki
Seperti dalam kepercayaan ajaran agama lainnya, Shinto juga memiliki sebuah tanaman yang dijadikan sebagai simbol khusus dalam ajarannya. Pemujaan alam adalah elemen penting dalam Shintoisme, sehingga pohon atau daun memainkan peran yang sangat penting dalam hal ini. Jenis pohon tertentu yang dianggap suci atau dikenal sebagai “Shinboku”, tidak seperti gerbang Torii, pohon-pohon ini biasanya ditanam mengintari sebuah kuil dan membuat pagar keramat agar terhindar dari energi-energi jahat dari luar.
Meskipun ada beberapa jenis pohon yang dianggap sakral, tetapi yang paling populer adalah Sakaki, tanaman asli yang berbunga hijau di Jepang. Pohon Sakaki umumnya ditemukan dan ditanam di sekitar kuil di Jepang, cabang Sakaki kadang-kadang digunakan sebagai persembahan kepada para dewa, salah satu alasan mengapa pohon Sakaki dianggap keramat dalam ajaran Shinto adalah karena pohon tersebut adalah salah satu jenis dari pohon cemara yang merupakan simbol keabadian dalam tradisi Jepang. Alasan lain yang tidak kalah penting adalah karena pohon Sakaki didekorasi untuk memikat Amaterasu (dewi matahari dalam ajaran Shinto), keluar dari tempat persembunyiannya di dalam gua.
Tomoe
Simbol bulat berputar atau disebut “Tomoe” ini mungkin mengingatkan kita kepada simbol Yin-Yan dalam tradisi Tiongkok, China. Namun, makna dan penggunaannya sangat berbeda, Tomoe sering diterjemahkan sebagai “Koma”, biasanya digunakan dalam lencana otoritas Jepang yang disebut “Mon”, oleh karena itu simbol Tomoe sering dikaitkan dengan tradisi samurai. Tomoe dapat menampilkan dua, tiga, atau bahkan empat koma dalam desain mereka. Tiga koma “Mitsu-domoe”, adalah yang paling umum digunakan dalam Shintoisme dan dipercaya mewakili interaksi tiga bidang penting yaitu Surga, Bumi, dan dunia bawah dalam ajaran Shinto.
Shinkyo
Simbol terakhir yang dapat ditemukan dalam ajaran Shinto adalah sebuah cermin dewa atau disebut “Shinkyo”, sebuah benda mistis yang dipercaya dapat menghubungkan dunia kita dengan dunia roh, Shinkyo biasanya ditampilkan di altar-altar kuil Shinto, dipercaya jika dewa akan memasuki cermin untuk berinteraksi dengan dunia manusia. Keyakinan dari simbol ini kembali kedalam legenda yang melibatkan dewi matahari Jepang, Amaterasu, yang pernah bersembunyi di sebuah gua, sehingga menjerumuskan dunia ke dalam kegelapan tanpa ada dirinya, sehingga untuk membujuknya keluar dari gua, banyak para dewa lain berkumpul di luar gua dan mengadakan pesta. Para dewa tersebut menggantung perhiasan dan cermin dari pohon sakaki di depan gua untuk mengalihkan perhatian Amaterasu, ketika Amaterasu tertarik untuk keluar dan bertanya kepada dewa lain, oara dewa mengatakan ada seorang dewi yang lebih cantik dari dirinya di luar gua, saat keluar dari gua dia disambut oleh cermin yang menampilkan bayangannya sendiri, pada saat itu juga para dewa lain mengambil kesempatan untuk menutup gua tersebut dengan tali Shimenawa agar Amaterasu tidak kembali bersembunyi.
Itulah beberapa simbol yang mungkin sering terlihat oleh wisatawan asing, namun masih menjadi pertanyaan besar tentang arti dan latar belakangnya, semoga memberikan informasi yang bermanfaat untuk para pecinta budaya Jepang.
Source : Tsunagu Japan
0 Comments