gaya hidup jepang | Artforia.com

Dunia Lifestyle Jepang – Di sebagian besar dunia Timur, istilah “forever alone/selamanya sendiri” atau “œmati karena kesepian mungkin tampak sebagai lelucon atau hanya dramatisasi. Tapi sayangnya di seluruh dunia istilah ini sebenarnya nyata dan sayangnya bagi Jepang, hal itu sangat nyata. Menemukan mayat-mayat dan orang-orang yang tidak mampu secara fisik bergerak dari keadaan diam atau kesepian begitu lama menjadi masalah yang meningkat. Jepang terkenal sebagai negara yang penduduknya memiliki usia panjang. Sayangnya fakta lain tersembul, ada fenomena menarik sekaligus menyeramkan disana. Apakah itu?

BACA JUGA : LEZATNYA BUNGA TERATAI DI KARONORON FUKUOKA

Kodokushi. Iya di Jepang ada istilah kodokusi yang diterjemahkan dengan “forever alone”. Selamanya dalam kesendirian. Di Jepang banyak kodokushi terjadi. Banyak orang tua yang kematiannya tak diketahui keluarga. Ia hilang dalam kesendirian karena terenggut kenestapaan hidup. Istilah kodokushi juga merujuk pada kondisi perseorangan yang telah sendirian begitu lama sampai akhirnya mereka kesulitan bergerak karena terlalu lama berdiam diatas tempat tidur. Proses akhirnya ialah keluarnya ruh dari jasad. Kematian yang dilaporkan karena kodokushi agak seperti data statistik dari karoshi (mati karena kelelahan bekerja), yang hampir selalu tidak akurat.

Namun pada 2009 dilaporkan oleh National Broadcasting Network di Jepang di mana 32.000 manula meninggal sendirian. Beberapa angka-angka ini termasuk manula yang telah kehilangan istri atau suami sejak bertahun-tahun yang lalu, tetapi potongan data ini juga merupakan orang-orang yang dilaporkan tewas karena kesepian itu sendiri. Yang benar-benar menyebalkan dari hal ini adalah bahwa kodokushi telah berkembang sejak tahun 1983. Jumlah mereka yang terkena dampak kodokushi menjadi tiga kali lipat dari tahun 80-an hingga awal-pertengahan 90-an. Mendekati saat ini, baru-baru ini dilaporkan bahwa di Tokyo, sekitar 2.000 orang dari tahun 2011 telah meninggal karena kodokushi, itu belum termasuk sisa lainnya dari seluruh Jepang.

Fakta menyebutkan, memang mayoritas yang kadokushi ialah dari golongan orang tua berusia 50 sampai 70an tahun. Namun ternyata banyak remaja yang juga terkena kodokushi karena isolasi dan tekanan sosial.Mereka berhenti bersosialisasi, hidupnya menjadi hampa, terkena depresi dan akhirnya berhenti makan. Menurut sebuah perusahaan perpindahan rumah yang berbasis di Osaka mengatakan bahwa mereka yang mengalami kodokushi berasal dari keluarga yang berantakan. Makanya ketika ada masalah harus segera dicarikan jalan keluarnya untuk penyelesaian masalah secara tepat.

 Tulis Artikel

Like it? Share with your friends!

Aziz Hakim S

Awalnya tidak mengenal tentang Jepang, karena kebudayaan yang unik, saya jadi mencintainya.

One Comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.