Seni Budaya Jepang – Perang Dunia 2 memang sebuah peperangan besar yang pernah dialami Jepang dan juga menjadi sejarah kelam bagi negeri yang dijuluki matahari terbit tersebut, dengan ukuran negara yang terbilang tidak besar, Jepang menjadi salah satu negara yang kuat dalam peperangan dunia kedua tersebut. Dalam sejarah Jepang tercatat menjadi salah satu negara di Asia yang mendominasi berbagai negara di sekitar, kala itu Jepang memiliki antusias besar dalam kekuatan militer dan memiliki berbagai perlengkapan perang yang menakjubkan pada masanya, berikut 11 senjata rahasia yang berhasil diciptakan Jepang pada perang dunia 2.
Fu-Go Balloon Boombs
Ketika Nazi meluncurkan roket V2 ke Selat Inggris, Jepang juga menciptakan sebuah senjata balas dendam mereka sendiri untuk hal seperti itu. Kala itu perencanaan militer Jepang belum mampu mengembangkan rudal antarbenua, namun malah muncul dengan ide bom balon.
Untuk membuatnya bekerja, Jepang memasang bom api ke balon yang melakukan perjalanan 5.000 mil ke arah Amerika Serikat di jalur udara yang mengalir cepat. Tujuannya adalah agar balon tersebut meledak di atas kawasan hutan di Pasifik Barat Laut dan memulai kebakaran hutan besar yang akan mengalihkan sumber daya manusia AS yang berharga.
Balon pertama diluncurkan pada akhir 1944, mendarat di AS pada 5 November di San Pedro, California. Pada luncuran berikutnya mereka mendarat lebih jauh ke Thermopolis, Wyoming. Beberapa bahkan mendarat di Kanada. Secara keseluruhan, tercatat sekitar 285 pendaratan. Pada tanggal 5 Maret 1945, enam orang Amerika (seorang menteri dan lima anak-anak) terbunuh oleh salah satu balon yang di daratkan di Oregon ketika mencoba pulang melalui hutan untuk kembali ke perkemahan mereka.
Sen Toku Class Mega Sub
Secara diam-diam tanpa diketahui banyak media kala itu, Jepang berhasil membangun tiga raksasa ini selama masa perang, kapal yang memegang rekor sebagai kapal selam bertenaga konvensional terbesar yang pernah dibangun pada era tersebut. Sebagai bagian dari rencana Jepang untuk mendominasi Samudra Pasifik, termasuk pesisir Barat Amerika Serikat, mereka dirancang untuk menyerang Terusan Panama.
Kapal selam itu dilengkapi dengan tiga pesawat Aichi M6A1 yang dapat membawa bom torpedo atau sebuah bom dengan berat hingga 1.763 pound (800 kg). Mereka ditempatkan di sebuah hangar tahan air dan kedap air. Pesawat diluncurkan dari sebuah area luncur yang terletak di depan menara, dan ketiga kapal selam ini dapat dipersiapkan, dinyalakan, dipersenjatai dan diluncurkan dalam waktu 45 menit dari permukaan.
Dinding kapal ini bahkan dilapisi dengan bahan tebal lain, seperti karet yang dirancang untuk menyerap sinyal radar dan sonar. Namun perang telah berakhir sebelum Jepang dapat menggunakannya dalam pertempuran. Pada tahun 1946, I-400 menyerah ke AS dan tenggelam di lepas pantai Hawaii.
Unit 731 Bioweapons
Jepang kala itu memang dikenal kejam dan tidak kenal ampun kepada lawannya, dari tahun 1937 hingga akhir perang, Jepang bereksperimen dengan berbagai senjata biologis, termasuk dengan bom boliaksi defoliasi beracun dan bom kutu yang digunakan untuk menyebarkan penyakit pes. Unit Angkatan Darat Kekaisaran Jepang yang dikenal dengan sebutan unit 731 menggunakan beberapa senjata biologi dan kimia ini dengan wabah seperti Bubonic, kolera, cacar, botulisme, dan penyakit lainnya. Tentara Jepang menggunakan bom ini untuk meluncurkan serangan biologis, menginfeksi pertanian, waduk, sumur, dan area lainnya.
Pakaian Khusus Serangan Bunuh Diri “Fukuryi”
Serangan bunuh diri memang menjadi salah satu serangan yang cukup ampuh bagi pasukan Jepang saat itu, sebenarnya tidak hanya serangan pesawat terbang sebagai serangan bunuh diri atau yang disebut Banzai ini, sebuah pakaian selam khusus dirancang untuk Unit Serangan Khusus Jepang untuk menangkis invasi pulau-pulau utama Jepang oleh pasukan Sekutu. Pakaian ini dipersenjatai dengan sebuah ranjau yang beratnya 33 pon (15 kg) yang menempel pada batang bambu setinggi 16 kaki (5 meter).
Para pasukan penyelam yang terbebani oleh 20 pon (9 kg) timah, akan berjalan di bawah air selama enam jam dan pada kedalaman 16-23 kaki (5-7 meter). Penyelam, setelah mencapai lambung kapal musuh, akan meledakkan bahan peledak, yang tentunya membunuh diri mereka juga dalam prosesnya. Tidak ada catatan pasti bila cara ini pernah digunakan dalam pertempuran atau belum, tetapi ada laporan tentang pendaratan infanteri AS dan kapal surveyor yang diserang oleh perenang bunuh diri.
The “Purple” Encryption Machine
Mesin Enigma Jerman mungkin merupakan perangkat enkripsi paling terkenal dari Perang Dunia Kedua, tetapi itu bukan satu-satunya. Pada tahun 1937, Jepang mengembangkan “97-shiki O-bun In-ji-ki” atau “97 Alphabetical Typewriter,” dinamai seperti itu karena mengikuti kalender kekaisaran Jepang yang menunjukan kala itu adalah tahun 2597. Perangkat ini lebih dikenal dengan sebutan “Ungu” oleh pasukan Amerika Serikat.
Mesin ini terdiri dari dua mesin ketik dan sistem rotor listrik dengan switchboard alfabet 25-karakter. Seperti mesin Enigma yang menginspirasinya, pesan plaintext, atau pesan tidak terenkripsi, dapat dimasukkan secara manual. Namun inovasi utamanya adalah sebagai mesin tik listrik, yang akan mencetak pesan terenkripsi ke selembar kertas. Dengan demikian, hanya satu orang yang diperlukan untuk mengoperasikannya. Dan karena sistem Jepang kala itu mengubah kunci setiap hari, pemecah kode tidak dapat menemukan pola dalam pesan yang dihasilkan oleh mesin ini. Seperti yang dicatat Alberto Perez, “Switchboard ini berisi 25 koneksi, yang dapat diatur menjadi 6 pasang koneksi, yang dapat menghasilkan 70.000.000.000.000 pengaturan.”
Simak Juga : Fakta Unik Industri Makanan Jepang, Nomor 2 Sangat Mengejutkan!
Yokosuka MXY-7 Ohka Kamikaze Plane
Ketika perang berlangsung, dan saat Jepang menyempurnakan teknik kamikaze mereka, mereka mulai mengembangkan sebuah pesawat secara khudud untuk tujuan itu. Yokosuka MXY-7 adalah sebuah pesawat yang digerakkan oleh roket yang memulai debutnya pada bulan September 1944. Untuk membangun pesawat bunuh diri tersebut, Jepang menggunakan bahan-bahan sesedikit mungkin, dan jika dilihat konstruksi pesawat itu sangat tidak sempurna.
Selama pertempuran, Ohka akan dibawa di bawah pesawat G4M Mitsubishi sampai sebuah target yang akan diserang sudah dalam jarak dekat, ketika dirilis. Pilot akan mencoba untuk meluncur sedekat mungkin dengan target sebelum menembakkan roket dan menabrak target.
Mitsubishi J8M (Shushi) Rocket-powered Interceptor Aircraft
Bagi sejumlah pengamat pesawat tempur, kapal ini mirip dengan Jerman Messerschmitt Me 163 Komet, The J8M1 Mitsubishi ini memang terlihat seperti kopian dari pesawat Nazi yang canggih, tetapi Jerman tidak sempat mengirimkan versi penuhnya ke Jepang. Namun kala itu para perancang terus merekayasa tentang struktur dari pesawat Nazi tersebut.
Memang, kala itu Jepang ingin membangun pesawat pencegah bomber, setelah adanya kampanye pengeboman di negara-negara Eropa. Militer Jepang merasa khawatir akan serangan bom yang dilakukan sekutu dan berniat untuk mencegahnya dengan salah satu caranya adalah membuat pesawat ini.
Meskipun tidak memiliki struktur yang tepat untuk bekerja, prototipe tunggal telah diuji sebelum perang berakhir. Pada 7 Juli 1945, J8M melakukan penerbangan perdananya dengan Letnan Komandan Toyohiko Inuzuka. Penerbangan perdana itu singkat dan membawa malapetaka. The J8M1 berhasil lepas landas, tetapi mesin gagal ketika pesawat ingin melintasi sebuah bukit sehingga kapal menabrak dan membunuh pilot. Enam prototipe lainnya dibangun, tetapi tidak satupun dari mereka yang terbang sampai akhirnya perang berakhir.
O-I Super- and Ultra-Heavy Tanks
Pasukan militer Jepang kala itu memang tidak terlalu dikenal dengan tank mereka, meskipun begitu Jepang memiliki beberapa alat tempur tersebut dengan kualitas cukup bagus, salah satunya adalah medium Tank 97 Chi-Ha. Namun di akhir masa-masa perang mereka sempat memiliki gagasan ambisius yaitu membuat sebuah tank super berat.
Tank yang direncanakan ini akan benar-benar besar, mampu membawa awak 11 orang dan berat 100 hingga 120 ton. Tank super berat ini menampilkan tiga menara tembak, satu meriam besar, dan dua senjata yang lebih kecil. Sebuah laporan yang tidak dapat dipastikan kebenarannya pernah menyatakan bahwa salah satu tank ini dikirim ke Manchuria, tetapi tidak ada bukti penampakannya dalam peperangan disana.
Z Superbombers Project
Seperti proyek negara-negara lainnya saat Perang Dunia 2 terjadi, kekaisaran Jepang pernah menginginkan sebuah pesawat bomber yang dapat menempuh lintas benua dan mampu mencapai Amerika Utara. Ketika perang berlangsung, Jepang sempat putus asa dengan pesawat-pesawat sekutu yang cukup kuat seperti American B-29 Superfortress. Pada tahun 1941, Angkatan Laut Kekaisaran Jepang memperkenalkan eksperimen 13-Shi Attack Bomber, sebuah pesawat pengebom jarak jauh. Tetapi para perencana militer menginginkan sesuatu yang jauh lebih besar, lebih berat, dan lebih cepat, sesuatu yang mampu terbang dengan ketinggian 32.800 kaki dengan muatan 22 bom yang memiliki berat masing-masing 1.000 pound.
Beberapa desain disajikan kepada Pasukan Kekaisaran Jepang, termasuk Nakajima G10N dan Kawasaki Ki-91, yang memiliki lebar sayap kapal sebesar 237 kaki dan dengan panjang total 144 kaki. Itu akan mampu mencapai kecepatan 365 mph (590 km/jam) di ketinggian 25.000 kaki dan didukung oleh enam mesin 5.000 tenaga kuda, namun proyek Z Superbombers ini dibatalkan pada bulan Juli 1944 karena kondisi perang yang memburuk.
Flying Tanks
Salah satu kendala besar yang dialami oleh pasukan Jepang selama perang dunia 2 berlangsung, yaitu pengiriman alat-alat berat ketempat peperangan, salah satunya adalah tank yang harus dikirim dari pulau ke pulau. Salah satu solusi yang paling cepat dalam mengirimnya adalah melalui udara, namun tentu itu bukan sebuah solusi yang mudah untuk dilakukan para era tersebut.
Mungkin ini adalah salah satu proyek senjata rahasia Jepang yang paling aneh, tetapi beberapa perancang Jepang kala itu telah sempat mendesain tank-tank dengan ukuran yang tidak besar dan memiliki sayap yang dapat lepas landas seperti sebuah pesawat tempur. Tetapi karena bagian roda tank yang tidak bisa untuk pendaratan para perancang menggunakan bahan lain untuk itu. Setelah diluncurkan dari sebuah pesawat terbang, tank-tank ini akan meluncur dari angkasa menuju daratan dan berjalan layaknya kendaraan lapis baja ketika sampai kedarat.
“Two armies that fight each other is like one large army that commits suicide.” – Henri Barbusse, 1916
Jepang berhasil memproduksi beberapa prototipe untuk tank terbang ini, salah satunya adalah Maeda Ku-6 dan Flying Flying Tank 3, atau Ku-Ro.
0 Comments