Berita Lifestyle Jepang – Bulan Ramadhan adalah bulan yang spesial bagi umat muslim di seluruh dunia, di Jepang meskipun budaya dan tradisinya sangat berbeda jauh dari negara-negara muslim lainnya tidak membuat para umat muslim di negeri sakura ini kesulitan, mereka tetap dapat menjalani aktivitas mereka dengan baik dan mendapatkan fasilitas layaknya masyarakat Jepang lainnya.
Salah satunya adalah kisah sehari-hari Abushiba Bakuru yang merupakan seorang pria kelahiran Saudi Arabia tahun 1982 yang menetap di Jepang sebagai seorang Deputy Manager perusahaan Toshiba. Dirinya datang ke Jepang dengan pemberian beasiswa dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Olahraga, Sains, dan Teknologi Jepang, yang kemudian dirinya raih gelar master dari Hirosaki University Graduate School of Humanities and Social Sciences. Dirinya bergabung dengan perusahaan Toshiba sejak 2008.
Simak Juga : 5 Hotel Terbaik Untuk Traveler Muslim Di Jepang
Ramadhan pertama Abushiba di Jepang dihabiskan sebagai siswa di kota Hirosaki di Prefektur Aomori. Dengan tidak ada Muslim lain yang tinggal di dekatnya, tidak ada seorang pun yang berpuasa atau berbagi makan malam atau disebut iftar, dimana umat Muslim berbuka puasa setelah matahari terbenam. Namun bulan Ramadhan saat ini jauh lebih bahagia karena dirinya tinggal di Tokyo bersama istrinya yang berasal dari Sudan.
Selama bulan Ramadan, hari-hari beraktivitas Abushiba dimulai sekitar jam 2 pagi. Ia makan makanan pagi untuk melakukan sahur. Dia kemudian melakukan shalat fajar dan kembali tidur selama beberapa jam sebelum akhirnya pagi tiba untuk dirinya pergi ke kantor Toshiba yang memakan waktu sekitar 40 menit perjalanan dengan sebuah kereta yang ramai. Mungkin bila di negara-negara Islam akan ada keringanan jam kerja ataupun sekolah selama bulan Ramadhan sehingga orang-orang dapat pulang lebih awal. Di Jepang, Abushiba beruntung karena ia dapat menyesuaikan jam kerjanya sampai tingkat tertentu dengan memanfaatkan sistem kerja perusahaan Toshiba yang flexibel.
Ramadhan atau tidak Ramadhan, Abushiba melakukan tugas yang diberikan secara profesional. Hal ini juga termasuk berpartisipasi dalam pertemuan di dalam atau di luar perusahaan, seperti menghadiri konferensi, menyusun laporan, dan teleconferencing dengan klien di kawasan Asia Tenggara, serta perjalanan bisnis sesekali. Dia mencoba untuk menghindari lembur selama bulan Ramadhan, tetapi jika konferensi berjalan terlambat dan dia tidak dapat pulang tepat waktu untuk berbuka puasa, dia kadang-kadang akan minum air atau jus serta camilan untuk mengurangi rasa laparnya. Jika ia harus melakukan perjalanan bisnis selama Ramadhan, peraturan Islami memungkinkan dia untuk melewati puasa pada hari-hari ketika ia dalam perjalanan dan begitu dirinya tiba di tempat tujuannya, dia harus melanjutkan puasa sesuai waktu setempat.
“Ketika saya pertama kali memulai kerja di Toshiba,” Abushiba bercerita tentang pengalamannya, “Saya benar-benar terkejut ketika seseorang staff dari perusahaan mengatakan kepada saya, ‘Kami menyiapkan ruang doa untuk Anda, jadi harap bersabar.'” Awalnya dia merasa tak percaya, namun hal tersebut benar terjadi dan pihak perusahaan Toshiba mendirikan ruang doa yang layak di markas besar Toshiba di Tokyo di Hamamatsuchō.
Pengawas dan pemimpin kelompok Abushiba, Nagaie Ryūji, turut menjelaskan soal itu dengan mengatakan “Toshiba bertujuan untuk memperluas angkatan kerja globalnya, dan dari sudut pandang itu, kami pikir tepat untuk menyiapkan ruang doa untuk mengakomodasi karyawan Muslim kami”. Pemahaman dan kerja sama rekan kerja di Toshiba telah menjadi nilai tambah bagi Abushiba. Sebagian besar rekan-rekannya yang merupakan orang Jepang, sebagian besar melakukan bisnis dengan klien-klien Muslim, dan mereka mendapatkan informasi serta mengenal dekat kebudayaan muslim dari Abushiba dan banyak para koleganya memberikan pertanyaan-pertanyaan seperti “Kapan Ramadhan dimulai tahun ini?” “Berapa jam Anda berpuasa?”.
Abushiba meninggalkan kantor jam 5:30 sore, sedikit lebih awal dari para rekan kerjanya. Dia sering berhenti pada swalayan untuk membeli minuman segar atau sejenis teh, lalu tiba di rumah sekitar setengah jam sebelum matahari terbenam. Istrinya yang bernama Hadeel, sudah menyiapkan makanan berbuka puasa mewah di atas meja. Sementara Abushiba berubah dari setelan bisnisnya menjadi jubah putih tradisional umat muslim. Pada pukul 19:00PM, smartphone Abushiba membunyikan azan yang menjadi pertanda umat muslim untuk sholat maghrib yang dilakukan setelah matahari terbenam. Di sini, di Jepang, Abushiba bergantung pada aplikasi khusus untuk memberi tahu dia ketika saatnya untuk berdoa, tidak seperti di negara asalnya, di mana panggilan azan dapat didengar di mana-mana. Namun hal tersebut tidak menjadi masalah baginya.
Perbedaan budaya dan tradisi tidak membuat Abushiba merasa kesulitan di Jepang dan itu juga dirasakan oleh para umat muslim lainnya di Jepang.
Source : Nippon.com
0 Comments